Jayapura. YikauwokeboNews---- Faktor produksi, atau
"bagaimana cari makan", itu jugalah yang telah menentukan keseluruhan
gerak evolusi dari spesies kera hominid menjadi manusia moderen (homo
sapiens) di planet bumi ini.
Jadi soal
"makan nasi" itu jugalah yang membuat kita kase tinggal tanah
air dan kerja dalam kolonial Indonesia. Disitulah evolusi nasionalisme terjadi,
lalu kita terjajah, ingin merdeka, tapi masih mau tunduk terjajah.
Terjajah
karena kita kita bukan penentu faktor produksi beras. Kita bahkan bukan
distributor tapi konsumen aktif saja. Bahkan harus jual pangan lokal untuk beli
beras karena trada alat produksi pangan lokal.
Jadi
politik nasi-onalisasi Papua dalam NKRI itu telah berhasil membentuk kesadaran palsu.
Kesadaran objektif itu mulai terlihat saat serangan Virus Corona yang memutus
relasi produksi kolonial-kapitalis, sebabkan krisis pangan.
Membuat
kita bangsa Papua merekontruksi kebangsaan kita. Memusatkan pangkal kesadaran,
mengolah (memproduksi) pangan lokal, melawan politik nasi-onalisasi kolonial,
yang telah menjadi sumber krisis kedaulatan pangan Papua.
Kita baru
bisa menyebut bangsa Papua kalau memiliki mode produksi sendiri yang
mengidentifikasi kebangsaan kita. Atau, apa gunanya bilang hitam kulit keriting
rambut aku Papua, tetapi sikap dan tindakannya Indonesia.
Sebab
bangsa bukan komunitas terbayang (imagine community), tetapi komunitas
pengalaman (experienced community). Relasi ekonomi politik antar penjajah dan
terjajah itulah kontruksi kebangsaan dalam NKRI.
Karena
walaupun ada pertentangan antar bangsa penjajah dan terjajah, itu tidak
bertahan lama karena salah satu faktor pembentuk ketahanan nasional Papua
(kedaulatan pangan) belum menjadi bagian dalam perjuangan pembebasan nasional Artinya,
kalau "perut tengah" tercukupi, atau resource (sumber daya)
perjuangan mencukupi untuk bisa menyokong dan mendobrak kesadaran orang
Papua, maka landasan berbangsa kita memberi nyawa pada kerja perjuangan
pembebasan nasional.
Dengan
demikian perlawanan kita tidak melulu berlandas pada romantika sejarah (memoria
passionis) dan sentimen rasial, walaupun kenyataanya penindasan dengan
prasangka rasial menyebabkan genosida, etnosida bahkan ekosida terus terjadi.
Tetapi
lebih dari itu pembebasan nasional, dimana hak demokratik (kemerdekaan politik)
dapat menjamin kontruksi bangsa yang berdaulat, sehingga ia tidak menjadi
proyek borjuis kapitalis yang kontra revolusioner seperti Indonesia.
Makanan nasional
Papua adalah hasil dari produksi nasional Papua. Orang Papua adalah subsistem
dari keseluruhan ekosistem alam Papua, itulah yang membuat leluhur kita hidup
dan menghidupi alam dalam kecukupan.
baca juga. Melawan Nasi-onalisme Indonesia
Artinya mengelola (produksi) pangan, berkebun, beternak, nelayan, tidak menghancurkan ekosistem alam sebagaimana exploitasi kapitalis yang menyebabkan kerusakan lingkungan alam Papua. Karena kebangsaan kita pun harus bermakna ekologis.
Mengelola
sumber karbohidrat Pangan dengan kembali menghidupkan proto-makanan lokal
adalah langkah pertama, sambil mempersiapkan (mengalih) ke tehnologi pangan
yang ditanam, diproduksi, didistribusi dan dikonsumsi oleh bangsa Papua.
Kita bisa
produksi singkong, sagu, sorgum, dll sebagai tepung. Kita bisa produksi ubi
jalar, keladi, pisang, dll sebagai biskuit atau keripik. Tapi kita juga tetap
bisa makan tanpa lewat proses industri. Kita bisa kelola pangan lokal sebagai
komoditas unggulan.
Melawan
nasi-onalisme Indonesia di Papua yang menyerang dan menghancurkan kedaulatan
pangan itu lebih kejam, karena ia memutus mata rantai hidup dan kesadaran
manusia di bawa kekuasaan kolonial dan kapitalis yang hari ini menjadi biang
penindasan bangsa-bangsa di dunia.
Mari
berkebun!
Victor
Yeimo
Tag :
HAM
0 Komentar untuk "Melawan Nasi-onalisme Indonesia"