Apakah Rakyat Papua Membutuhkan 31 KODIM Baru di West Papua?



Gembala Dr. Socratez S.Yoman. Sumber foto: Nayanti.






Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan
Dalam realitas dan sesuai dengan perkembangan di Indonesia, di Indonesia bagian barat dan bagian tengah, pemerintah Indonesia mengurangi atau likwidasi markas-markas Kodim. Namun sebaliknya mengapa pemerintah Indonesia masih menambah 31 Kodim di West Papua dari Sorong-Merauke?


Wakil Asisten Teritorial Kasad Brigjen Gathut Setyo Utomo mengatakan:
"Kita pastikan ada 31 Kodim yang akan kita bentuk. Jadi, kita sudah mengirim 1.400 personel ke Papua maupun Ambon yang akan menjadi cikal bakal berdirinya Kodim-Kodim di wilayah rawan konflik." (Sumber: BeritaSatu.com, 22/7/2019).
Sedangkan Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan:


"Pembentukan 31 Kodim tersebut merupakan satu rangkaian dari kelanjutan pembentukan Kotama Operasional TNI untuk menyenggarakan fungsi teritorial. 


Kondisi Papua dengan masih berjangkitnya wabah separatisme menjadi pertimbangan yang dominan atas upaya pemerintah menjaga keutuhan NKRI."
2. Operasi Militer Dengan Mitos Separatis & Wilayah Rawan Konflik
Jawaban dari pertanyaan topik tulisan ini bahwa pembentukan 31 Dandim dalam jumlah yang terlalu banyak ialah untuk mendukung dan memperkuat Operasi Militer di seluruh Tanah West Papua dari Sorong hingga Merauke.



Brigjen Gathut Setyo Utomo dan juga Susaningtyas meyakini di West Papua wilayah konflik dan ada separatisme. Keyakinan ini merupakan representasi dari cara pandang dan paradigma seluruh penguasa kolonial Indonesia yang menduduki, menjajah, menindas dan memusnahkan Penduduk Asli Papua. Karena kepentingan penguasa kolonial Indonesia di West Papua ialah tanah, ekonomi, politik dan keamanan.




Jadi, bagi penguasa kolonial Indonesia untuk keberlangsungan hidup Orang Asli Papua pemilik Negeri dan Tanah ini bukan urusan mereka. Karena keberadaan orang-orang kulit hitam dan rambut keriting di Tanah Melanesia West Papua ini sangat terganggu bagi kolonial Indonesia. Karena itu, proses pemusnahan bangsa West Papua secara sistematis dan terstruktur telah, sedang digalakkan dan akan berlangsung sampai Penduduk Asli Papua punah dari tanah leluhur mereka. Itu misi utama dan tujuan prioritas penguasa kolonial Indonesia. Terbukti dengan penambahan 31 Kodim baru tidak sesuai kebutuhan OAP dan juga tidak sesuai jumlah penduduk Orang Asli Papua.


Proses pemusnahan Penduduk Asli Papua juga digalakkan pemerintah Indonesia dengan mendatangkan orang-orang Melayu Indonesia dalam jumlah besar setiap hari dengan pesawat terbang dan juga dengan kapal-kapal besar setiap minggu.
Siasat lain yang digunakan penguasa kolonial Indonesia ialah operasi militer. 


Yaitu militer yang berlangsung di Nduga atas perintah presiden dan wakil presiden RI merupakan bagian yang tak terpisahkan dari usaha-usaha sadar penguasa kolonial Indonesia untuk proses pemusnahan Penduduk Asli Papua. Perbuatan
Pengusiran dan pembunuhan Penduduk Asli Nduga dari tanah leluhur mereka merupakan proses pemusnahan Penduduk Asli Papua yang sulit dibantah fakta dan kebenarannya.


3. West Papua Dimasukkan dengan Moncong Senjata Maka Dijaga Dengan Kekuatan TNI Tidak menjadi rahasia umum. West Papua diintegrasikan ke dalam wilayah Indonesia dengan kekuatan moncong senjata, maka untuk memelihara dan mempertahakannya juga dengan moncong senjata dengan menambah 31 Kodim baru.


Apakah ada bukti-buktinya? Penulis dengan konsisten dan terus menerus kampanyekan dengan tulisan-tulisan bahwa Pepera 1969 dimenangkan ABRI (kini: TNI). TNI adalah perusak dan perampok masa depan rakyat dan bangsa West Papua. TNI adalah pembuat musibah dan malapetaka dalam hidup rakyat dan bangsa West Papua.


Keterlibatan militer Indonesia dalam proses pelaksanaan Pepera 1969 terbukti dan tidak terbantahkan.


Mitos separatis dan wilayah rawan itu pembenaran untuk melanggengkan operasi militer tetap berlangsung di West Papua. Pada kenyataanya bayi separatis itu lahir dari hasil kawin paksa Indonesia, TNI-Polri dengan bangsa West Papua. Anak yang bernama separatis itu tidak terima kawin paksa maka bayi separatis itu melakukan penolakan dan perlawanan karena bayi anggap diri sebagai anak haram dan anak tidak sah. Pepera 1969 peristiwa kawin paksa dengan moncong senjata.


Rakyat West Papua adalah sebuah bangsa. Ia bukan sebuah provinsi. Pendudukan dan penjajahan Indonesia di West Papua ialah ilegal. Penguasa Indonesia adalah penjajah dan kolonial moderen.


Proses pengintegrasian juga dengan proses ilegal. Penggabungan West Papua ke dalam wilayah Indonesia dengan moncong senjata/kawin paksa dan sangat tidak manusiawi. Hermanus Wayoi (Herman) pernah mengabadikan satu pernyataan sebagai berikut:


" Secara de facto dan de jure Tanah Papua atau Irian Barat tidak termasuk wilayah Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, Tanah Papua bukan wilayah Indonesia, melainkan dijadikan daerah perisai/tameng atau bemper bagi Republik Indonesia." (Sumber: Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan. Dikutip dalam buku Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: Yoman, 2007


Menurut Dr. George Junus Aditjondro, bahwa, "Dari kaca mata yang lebih netral, hal-hal apa saja yang dapat membuat klaim Indonesia atas daerah Papua Barat ini pantas untuk dipertanyakan" ( 2000, hal.8).

Baca juga. Luka Ku Kapan sembuh ya Tuhan,

Sementara Robin Osborn berpendapat: "bahwa penggabungan daerah bekas jajahan Belanda itu ke dalam wilayah Indonesia didasarkan pada premis yang keliru....Kini, premis ini diragukan keabsahannya berdasarkan hukum Internasional" (2000, hal. xxx).
Pdt. Dr. Karel Phil Erari menegaskan: "Secara hukum, integrasi Papua ke dalam NKRI bermasalh" (2006, hal. 182).


Seluruh rakyat Indonesia dan komunitas Internasional tidak tahu tentang kejahatan, kekejaman dan brutalnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merampok hak politik rakyat dan bangsa West Papua pada 1969 yang mengakibatkan kawin paksa.


Menurut Amiruddin al Rahab: "Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan punggungnya pemerintahan militer." (Sumber: Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme, 2010: hal. 42).


Apa yang disampaikan Amiruddin, ada fakta sejarah, militer terlibat langsung dan berperan utama dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Duta Besar Gabon pada saat Sidang Umum PBB pada 1969 mempertanyakan pada pertanyaan nomor 6: "Mengapa tidak ada perwakilan rahasia, tetapi musyawarah terbuka yang dihadiri pemerintah dan militer?" (Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN GA, agenda item 108, 20 November 1969, paragraf 11, hal.2).


"Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 Anggota Dewan Musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir..." (Sumber: Laporan Resmi PBB Annex 1, paragraf 189-200).


Surat pimpinan militer berbunyi: " Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun B/P-kan baik dari AD maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di Irian Barat (IRBA) tahun 1969 HARUS DIMENANGKAN, HARUS DIMENANGKAN..." (Sumber: Surat Telegram Resmi Kol. 


Inf.Soepomo, Komando Daerah Daerah Militer Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No:TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, perihal: Menghadapi Refendum di IRBA ( Irian Barat) tahun 1969).


Militer Indonesia benar-benar menimpahkan malapetaka bagi bangsa West Papua. Hak politik rakyat dan bangsa West Papua benar-benar dikhianati. Hak dasar dan hati nurani rakyat West Papua dikorbankan dengan moncong senjata militer Indonesia. Kekejaman TNI bertolak belakang dengan fakta menyatakan mayoritas 95% rakyat West Papua memilih untuk merdeka.


"...bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua."
(Sumber: Pertemuan Rahasia Duta Besar Amerika Serikat utk Indonesia dengan Anggota Tim PBB, Fernando Ortiz Sanz, pada Juni 1969: Summary of Jack W. Lydman's report, July 18, 1969, in NAA).
Duta Besar RI, Sudjarwo Tjondronegoro mengakui: "Banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia." (Sumber: UNGA Official Records MM.ex 1, paragraf 126).


Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB pada 1969:
"Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negarva Papua Merdeka." 

(Sumber: UN Doc. Annex I, A/7723, paragraf 243, hal. 47).


4. Tanah, Penduduk Asli Papua dan 31 Kodim Baru


Sekarang kembali pada persoalan Tanah. Sebanyak 31 Kodim baru itu tidak akan dibangun di atas udara. Sejumlah 31 Kodim itu dibangun di atas Tanah milik Penduduk Asli West Papua.


Tergantung Penduduk Asli Papua, bahwa apakah Anda rela menyerahkan tanah untuk membangun 31 Kodim baru? Anda sudah tahu apa itu Kodim? Anda sudah tahu bahwa institusi ini adalah bagian dari perampok, penjarah, pencuri, pembunuh, pembinasa, perusak, penipu, penjahat yang sudah dan terus menerus menghancurkan martabat dan masa depan Penduduk Asli West Papua.


Ingat! Hati-hati! Penambahan 31 Kodim baru merupakan penambahan dan perpanjang musibah dan juga penderitaan Penduduk Asli West Papua. Penambahan 31 Kodim baru merupakan pintu dan jalan pemusnahan Etnis Papua semakin cepat. 


Karena mitos dan jastifikasi mereka ialah separatis dan wilayah rawan konflik.
Akhir dari tulisan ini, penulis mengutip pernyataan dari pembunuh Penduduk Asli Papua tanpa merasa salah dan berdosa.


Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderwasih Letkol CPL Eko Daryanto:
"Sebenarnya mereka ( baca: masyarakat Nduga) berimigrasi dan cenderung tidak ingin kembali ke tempat sebelumnya." (Sumber: Kompas.com, 30 Juli 2019).


Letkol Muhammad Aidi dan Letkol CPL Eko Daryanto mempunyai watak dan bermoral rendah. Pangkat besar bermartabat rendah. Tidak punya hati nurani. Tidak memiliki rasa kemanusiaan. Karena mereka memutabalikkan fakta dan kebenaran yang terjadi di Nduga. Nduga adalah operasi militer atas perintah presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo dan H. Muhammad Jusuf Kalla.


Doa dan harapan penulis, tulisan ini membuka mata, pikiran dan hati semua orang, bahwa Penduduk Asli West Papua sudah dan sedang berada dalam bahaya-bahaya serius dari mulut harimau dan singa penguasa kolonial Indonesia.

PESAN:

"AWAS! HATI-HATI! INGAT ANAK CUCU DI ATAS TANAH LELUHUR BANGSA MELANESIA:
JANGAN JUAL TANAH. JANGAN JUAL TANAH. JANGAN JUAL TANAH. JANGAN JUAL TANAH.

JANGAN JUAL MASA DEPAN ANAK CUCU. JANGAN MEMBAWA MALAPETAKA UNTUK ANAK CUCU.
JBELULANG LELUHUR DAN NENEK MOYANG BANGSA MELANESIA.
TANAH ADALAH MAMA. TANAH ADALAH HIDUP ORANG MELANESIA. TANAH ADALAH NAFAS ORANG MELANESIA. 

TANAH ADALAH INVESTASI MASA DEPAN ANAK-ANAK DAN CUCU BANGSA MELANESIA.
BANGSA MELANESIA BISA HIDUP TANPA UANG. BANGSA MELANESIA BISA HIDUP AMAN TANPA 31 KODIM.
BANGSA MELANESIA TIDAK BISA HIDUP TANPA TANAH. JANGAN JUAL TANAH. JANGAN JUAL TANAH.

SEMOGA DIDENGAR DOA INI. ITA WAKHU PUROM, 3 AGUSTUS 2019.

Tag : HAM
0 Komentar untuk "Apakah Rakyat Papua Membutuhkan 31 KODIM Baru di West Papua?"

Postingan Populer

KNPB KONSULAT MERSAMA MAHASISWA PAPUA GERLAR MEMPERINGATI HARI KEMATIAN ARNOLD AP. DI MANADO.

  usai Mahasiswa saat pemasangan seribuh lilin di Asrama Cenderawasi V Manado   toko bangsa papua seniman Arnold Ap bersama kawan-kawannya. ...

<< SELAMAT MEMBACA >> << SELAMAT MEMBACA >>
Back To Top